Oleh: Renci dan RPK
"Orang
bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman." lirik
lagu Kolam Susu ini mungkin sudah sering kita dengar dan tidak asing lagi
ditelinga, begitupun di telinga para pejabat dan petinggi negara. Tapi rupanya,
mungkin lagu ini terlalu ditelan mentah sehingga menurut pemerintah, masyarakat
Indonesia sanggup hidup dengan tongkat kayu dan batu, sehingga tidak
membutuhkan bahan makanan yang lain.
Awal
September, tepatnya pada 3 September 2022, masyarakat Indonesia dikejutkan
dengan kebijakan yang dilayangkan oleh pemerintah bahwasanya pada hari itu
Bahan Bakar Minyak (BBM) akan dinaikkan harganya. Serempak, pasti masyarakat
Indonesia kelas bawah merasa terkejut dan ingin membrontak dengan keputusan
yang dilakukan secara sepihak oleh pemerintah. Padahal, kebanyakan masyarakat
Indonesia terbilang menduduki ekonomi kelas bawah.
Bagaikan
cinta bertepuk sebelah tangan, seolah presiden dan para rezimnya tidak mau
menyambut keresahan dan isi hati masyarakatnya sendiri. Berdalih kenaikan BBM
adalah solusi paling baik, seolah tidak ada solusi lain kecuali memerah
keringat dan darah bangsanya sendiri.
Mengutip
tweet yang dilayangkan oleh salah satu kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah,
Muh. Ahsan Akmal bahwa kenaikan BBM adalah bukti nyata wajah bopengnya
pemerintahan Jokowi utamanya dibidang ekonomi.
Alih-alih
menjadi solutif, kebijakan ini justru memunculkan amarah masyarakat Indonesia.
Amarah yang hadir oleh beberapa kalangan masyarakat bukan karena mereka tidak
taat pemerintah, tapi karena apa yang dilakukan oleh pemerintah hari ini adalah
kedzoliman dengan mengatasnamakan jabatan dan sistem.
Lebih
miris lagi pada saat di pintu masuk DPR sendiri sedang ada demonstrasi massa
yang ingin menyampaikan aspirasi ke DPR, namun di dalam para anggota legislatif
malah sedang bersenda gurau merayakan ulang tahun ketua mereka. Hal tersebut
jika dipandang mungkin sangat tidak etis, ditengah situasi genting, di mana
rakyat, mahasiswa sedang turun kejalan untuk menolak secara tegas kenaikan
harga BBM. Namun DPR sebagai wakil mereka malah sedang berpesta di saat yang
bersamaan.
Sebenarnya
kenaikan harga BBM ini bukan kali pertama terjadi di Indonesia, sudah lama sekali dari zaman Presiden
Soeharto sampai beberapa presiden berikutnya memang BBM kerap dinaikan. Mungkin
terdapat beberapa alasan mengenai setiap kenaikan harga BBM, ada yang masalah dari luar (ekstren) ada juga
karena masalah dari dalam (intern). Menurut CNBC kenaikan harga BBM ini
dikarenakan pemerintah mengurangi subsidi BBM. Karena dalam pelaksanaanya subsidi
BBM tidak tepat sasaran, yang mana BBM bersubsidi yang harusnya di terima oleh
masyarakat miskin namun malah orang-orang kaya yang paling diuntungkan. Akan
tetapi argumen tersebut sangat lemah, karena
pemerintah mengurangi subsidi BBM dan fokus menambah bansos karena BBM Bersubsidi tidak tepat
sasaran, pertanyaanya apakah pembagian bansos itu tepat sasaran? Bukankah pernah ada korupsi bansos saat pandemi covid 19 yang dilakukan
oleh oknum di pemerintahan?
Argumen
yang menjadi alasan pemerintah menaikan harga BBM saat ini dilihat belum cukup
kuat, seperti mengalihkan subsidi BBM ke subsidi bahan pokok yang jika dilihat
memang tidak masuk akal karena belum pernah di uji ketepatannya. Selain itu
jika BBM naik apapun juga pasti akan naik, yang mana
itu dampaknya bisa sangat mencekik untuk orang dengan ekonomi yang sulit.
Selain itu juga ada kekhawatiran para orang kaya yang rakus yang tadinya
menggunakan pertamax akan berubah menjadi pengguna pertalite, apa lagi Pemerintah belum selesai membahas tentang revisi Peraturan Presiden Nomor 191 tahun 2014 tentang
Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak yang mana
membahas tentang Kendaraan yang seharusnya tidak mendapatkan BBM bersubsidi. Tentu saja itu akan berdampak dengan
kelangkaan pertalite, Implikasinya
masyarakat miskin akan membeli Pertamax dengan harga mahal. Istilah kata
bagaikan jatuh tertimpa bangunan.
Dari masalah
itulah pemikiran-pemikiran liar muncul, salah satunya dari fraksi PKS yang
menyebut bahwa kenaikan ini adalah upaya memiskinkan rakyat agar 2024 rakyat
bisa disogok dengan uang kampanye. Selain itu juga ada yang menyebutkan bahwa
ini akibat proyek strategis nasional yang terlalu ambisius, seperti IKN,
pembangunan bendungan-bendungan, dan jalan TOL.
Akan
tetapi jika dilihat lebih jauh banyak juga kalangan yang memanfaatkan hal-hal
tersebut sebagai bentuk mencari eksistensi atau bahkan sebagai penjilat
pemerintah. Pernyataan tersebut terlihat dalam chanel youtube Cokro TV, 2024 TV
dan seword, yang mana mereka mendukung adanya kenaikan harga BBM dengan berbagai dalil yang
seolah-olah logis, tetapi jika kita sadari dalil tersebut hanya upaya
membingungkan rakyat, agar rakyat bungkam terhadap masalah kenaikan BBM ini.
Lebih bahaya lagi jika sebagian
masyarakat awam percaya jika itu merupakan cara pemerintah untuk mengatasi
masalah negara.
Selain
itu juga ada dari kalangan mahasiswa yang mana menjadikan momentum ini sebagai
ajang unjuk eksistensi diri dan organisasi. Banyak sekali contohnya seperti ada
organisasi yang harusnya filantropi tengah membagikan makanan kepada orang yang
di percaya terdampak tapi hanya sekali dan umbar di media. Miris sekali memang, mahasiswa yang harusnya ada di
garda terdepan menentang secara frontal, malah sekarang diam seribu bahasa dan
mengatakan “Demo Bukan Solusi”. Masalah ini harus disadari bukan sebagai
masalah biasa, mahasiswa tidak bisa hanya menjalankan momentum dan hanya
sekedar eksistensi organisasi.
Sebagai
orang yang berintelektual, memiliki sifat humanis dan religius tentu saja kita
harus melawan. Tidak hanya dengan konsolidasi atau pencitraan dengan bagi-bagi
rezeki, tapi juga dengan aksi. Ada sebuah kisah tentang burung pipit yang membawakan
air untuk nabi Ibrahim, yang mana sebagai mahasiswa kita harus mencontoh burung
pipit walaupun kecil dampaknya tapi semua orang tahu dia ada di posisi siapa.
Komentar
Posting Komentar