Oleh: Renci
Tepat di usia ke 59 tahun IMM, sebagai salah satu mahasiswa yang pernah ikut serta mengamati pergerakan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, pagi ini saya dibuat merenung kecil dengan salah satu tulisan IMMawan Muh. Akmal Ahsan (Ketua DPD IMM Yogyakarta). Dalam tulisan singkat yang dibagikan di statusnya, IMMawan Muh. Akmal Ahsan menyampaikan bahwa betapapun terlalu banyak penyakit dalam tubuh IMM, usianya harus panjang, sepanjang umur penderitaan rakyat.
Membaca tulisan singkat itu, ada 3 point yang bisa saya simpulkan. Pertama, tentu diumur perjuangan IMM yang sudah 59 tahun, para kader IMM memiliki harapan agar IMM tetap tumbuh dan senantiasa eksis ditengah degradasi intelektual kalangan mahasiswa hari ini. Point kedua, disandingkan dengan panjangnya umur penderitaan rakyat, IMM memikul tanggung jawab menjadi organisasi yang mampu mengentaskan atau meminimalisir problem penderitaan rakyat. Ketiga, napas perjuangan IMM yang tidak lagi muda. Jika dianalogikan sebagai umur seorang manusia, usia 59 tahun adalah usia memasuki penurunan kinerja fisik. Berkurangnya pendengaran, penglihatan, bahkan keterbatasan gerakan. Di usia 59 tahun ini diharapkan menjadi titik balik IMM agar tetap mampu mengikuti dinamisasi zaman meskipun usianya tak lagi muda.
Menjadi salah satu organisasi otonom dalam Muhammadiyah, IMM memiliki misi penting sebagai gerakan yang mampu menjadi perpanjangan dakwah Muhammadiyah di kalangan mahasiswa. Dengan corak dan identitas Tri Kompetensi yang melekat dalam tubuh IMM, para kader IMM diharapkan mampu menjadi warna yang menyala ditengah problematika yang ada. Tentu jika berbicara soal sejarah IMM, para kader IMM sudah khatam tentang kelahiran IMM, kapan IMM lahir, siapa yang memprakarsai kelahiran IMM dan sejarah tekstual lainnya. Pun dengan ideologi IMM, baik tujuan maupun Tri Kompetensi Dasar, penulis pikir para kader IMM telah tuntas mengetahui bahkan memahami hal itu. Tapi, apakah hari ini nilai-nilai yang sudah diketahui dan dipahami tersebut mampu diejawantahkan dalam tataran pikiran maupun tindakan? Belum tentu.
Maka, diusia 59 tahun ini, penulis berharap paling tidak kader IMM mampu menggerakkan organisasi ini dengan menuntaskan ideologinya. Hal paling sederhana adalah dengan mengembalikan arah gerakan dengan menjadikan Tri Kompetensi Dasar IMM sebagai identitas yang perlu dimasifkan kembali.
Dalam ranah Religiusitas, mengutip dari tulisan Fathan Faris Saputro yang berjudul IMM: Kompas Moral Bangsa dalam Menghadapi Tantangan Zaman bahwa IMM memiliki peran penting sebagai kompas moral bangsa dalam menghadapi tantangan zaman yang semakin komplek. Sebagai organisasi yang berlandaskan nilai-nilai Islam dan Muhammadiyah, IMM memiliki tujuan untuk memperkuat kesadaran moral dan spiritual dalam diri anggota dan masyarakat luas. Tanggung jawab itu yang kemudian seharusnya menjadi sebuah pemantik kesadaran kader IMM untuk menguatkan nilai-nilai keagamaan di dalam tubuh IMM.
Selanjutnya dalam tataran Intelektualitas, mengutip tulisan dalam Risalah Banjarmasin yang ditulis oleh Dewan Pimpinan Daerah Yogyakarta bahwa napas gerakan intelektual di tubuh IMM semakin menipis seiring dengan intensitas penggunaan media sosial yang kian menebal dan meningkat. Gerakan intelektual IMM hari ini dirasa belum mampu melahirkan para intelektual yang progresif dan berpeluang memberikan kontribusi bagi kemajuan bangsa. Untuk itu, gerakan IMM hari ini perlu diarahkan untuk membekali para kader IMM agar memiliki kapasitas yang mapan dalam membaca realitas.
Terakhir, dalam tataran Humanitas. Dalam tulisan yang sama di Risalah Banjarmasin juga dipaparkan bahwa gerakan sosial IMM hari ini belum mampu melahirkan sebuah pergerakan yang kreatif dan kritis. Ini juga menjadi sebuah kritikan yang seharusnya mampu mendorong para pimpinan dalam IMM untuk menciptakan sebuah gerakan sosial yang tidak terjebak dalam logika gerakan sosial lama.
Penyakit yang ada dalam tubuh IMM menjadi sebuah realitas yang perlu mendorong kesadaran para kader IMM. Jika berkaca pada film yang pernah viral dengan judul "jalan yang jauh jangan lupa pulang", maka sejauh apapun kader IMM berjalan dan menginisiasi sebuah pergerakan, tempat pulang kita adalah ideologi IMM. Miris, jika ternyata banyak kader IMM yang berjargon IMM Jaya dan hafal dengan deretan nilai-nilai IMM atau bahkan hafal 6 penegasan IMM, tapi dalam tataran gerakannya tidak menjadikan semua nilai itu sebagai landasan.
Komentar
Posting Komentar