Sejarah di zaman kenabian mengingatkan kita akan masa-masa kelam, ketika para nabi dan rasul diutus oleh Tuhan untuk memerangi kezaliman akibat kebodohan umat. Salah satu praktik jahiliyah yang terjadi kala itu adalah kebiasaan mengubur hidup-hidup bayi perempuan. Anak perempuan dianggap sebagai aib dan sumber petaka. Oleh karena itu, bayi perempuan sering kali diperlakukan tidak manusiawi—dikubur hidup-hidup atau diperlakukan sebagai pelayan yang hanya melayani kaum laki-laki. Serendah itu martabat perempuan di masa lalu, hingga Allah SWT menurunkan Rasulullah SAW untuk menghapus kejahiliyahan tersebut dan memperjuangkan hak-hak perempuan.
Namun, meskipun masa itu telah berlalu, penindasan terhadap perempuan masih terus terjadi hingga hari ini. Budaya patriarki, kekerasan seksual, pelecehan, hingga pembunuhan yang menargetkan perempuan menjadi fenomena yang terus meningkat. Data Komnas Perempuan menunjukkan bahwa pada 2022–2023, terdapat 4.179 kasus kekerasan seksual yang dilaporkan terjadi karena masih banyak masyarakat yang memandang perempuan sebagai makhluk lemah, tidak mampu berbuat lebih, dan tidak pantas mengenyam pendidikan tinggi. Perempuan sering kali hanya diidentikkan dengan tugas domestik di dapur, sumur, dan kasur.
Pada hakikatnya, perempuan diciptakan dengan kelembutan, kesabaran, dan ketelatenan, sebagaimana firman Allah SWT:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang…” (QS. Ar-Rum: 21).
Tanggung jawab biologis seperti mengandung, melahirkan, menyusui, dan menstruasi adalah anugerah yang diberikan kepada perempuan karena sifat mereka yang lebih sabar dan telaten. Sementara itu, laki-laki dianugerahi kekuatan fisik dan tanggung jawab untuk menafkahi keluarga. Perbedaan ini adalah bentuk keadilan dari Tuhan, yang menciptakan manusia untuk saling melengkapi.
Hak pendidikan, sosial, dan politik adalah hak yang diberikan kepada semua manusia, baik laki-laki maupun perempuan, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an:
“Barang siapa mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik...” (QS. An-Nahl: 97).
Pendidikan adalah kunci bagi perempuan untuk menjadi pribadi yang tangguh dan bermartabat. Perempuan yang berilmu akan mampu mempersiapkan generasi yang lebih cerdas dan beradab. Kalimat "Ketika perempuan rusak, maka rusaklah peradaban" menjadi pengingat penting bahwa peran perempuan sangat strategis dalam membangun bangsa. Seorang ibu yang cerdas dan tangguh akan mampu mendidik anak-anak yang kuat, berdaya juang tinggi, dan militan.
Melalui pendidikan, perempuan akan memiliki pola pikir yang matang untuk merancang masa depan. Mereka yang memiliki nilai tinggi karena ilmu, akhlak, dan agamanya akan lebih dihormati. Sebaliknya, perempuan yang bermalas-malasan dan tidak peduli terhadap perubahan zaman justru menjadi ancaman bagi peradaban.
Mari menjadi perempuan yang hebat, bermartabat, berpendidikan tinggi, dan memiliki semangat juang yang kuat. Dengan pendidikan, kita dapat mempersiapkan peradaban yang lebih baik dan bermaslahat.
Komentar
Posting Komentar